Ketahui Sindroma Paska Covid yang Bisa Terjadi
SINDROMA PASKA COVID
Kabut yang Tersingkap
23 Maret 2022
Penyakit COVID-19 sudah melewati ulang tahun ke-2 nya di Indonesia dan juga di seluruh belahan dunia. Penyakit COVID-19 sendiri sebagaimana diketahui diakibatkan oleh suatu virus Corona atau Coronavirus tipe baru yang pertama kali ditemukan di Wuhan, Tiongkok dan hingga sekarang telah bermutasi dan makin mampu berkelit terhadap pertahanan tubuh kita. Hampir sebagian besar ilmuwan dan praktisi klinis di bidang kesehatan masih bekerja keras memutar otak berusaha mendalami dan mencari cara mengatasi penyakit yang disebabkan oleh SARS-COV-2 ini. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) sendiri, COVID-19 bukan merupakan pandemi pertama yang terjadi di abad 21 ini. Pada tahun 2009, H1N1 atau swine flu telah menunjukkan taringnya terlebih dahulu walau sebagian besar kasus merupakan kasus ringan. Sedangkan, salah satu pandemi yang telah memakan korban jiwa adalah Spanish Flu yang terjadi pada awal abad 20. Salah satu masalah terkait pandemi yang masih membayangi para klinisi dan tenaga kesehatan global terkait pandemi COVID-19 adalah kondisi kesehatan paska infeksi COVID atau juga sering disebut Sindroma Paska COVID.
Sebuah penelitian di Korea menunjukkan bahwa hingga saat ini belum ditemukan virus SARS-COV-2 yang dapat mengalami replikasi atau proses penggandaan lebih dari 3 minggu sejak awal mula gejala. Walaupun demikian, berbagai permasalahan yang kerapkali terjadi pada kita adalah masih terdeteksinya materi genetik SARS-COV-2 yang mengakibatkan hasil PCR seseorang tetap dikatakan positif hingga 12 minggu tanpa gejala, atau, adanya gejala kesehatan yang dirasakan seseorang walaupun pemeriksaan PCR sudah menunjukkan hasil negatif. Sindroma paska COVID, memiliki beberapa nama yang sering disebut sebagai long COVID, post-acute COVID, atau COVID kronis. Kondisi ini didefinisikan sebagai suatu permasalahan kesehatan pada berbagai sistem tubuh manusia yang menetap selama 4 minggu atau lebih sejak awal gejala pertama dialami seseorang yang terinfeksi COVID-19. Sindroma paska COVID memiliki angka kejadian yang bervariatif dan mencapai 52.7% dari total populasi pada berbagai penelitian.
Mudah kelelahan atau rasa lelah secara fisik menjadi gejala tersering yang ditemukan pada kondisi paska COVID. Gejala tersering kedua adalah keluhan nafas yang terasa berat atau pernapasan menjadi pendek dan mudah tersengal-sengal. Permasalahan lain yang sering ditemukan adalah berkurangnya indra penciuman dan indra pengecapan yang merupakan salah satu penanda penting pada infeksi COVID akut sebelumnya. Kondisi lain yang baru-baru menjadi “populer” di kalangan masyarakat luas adalah brain fog akibat COVID. Istilah ini merupakan istilah awam atau non-medis yang menggambarkan suatu kondisi dimana seseorang merasa linglung, sulit berkonsentrasi, sulit tidur, yang sering digambarkan seperti berkabutnya kondisi pikiran seseorang sehingga tidak dapat menjalankan fungsi kognitif sehari-hari. Fungsi kognitif merupakan salah satu fungsi luhur manusia dalam berpikir, berperilaku, dan bertindak sesuai dengan kondisi dan permasalahan di sekitarnya. Gangguan ini kerapkali dialami pada berbagai usia dan latar belakang penyintas COVID.
Banyak teori yang berusaha menjelaskan berbagai kondisi medis yang dialami seseorang paska terinfeksi COVID dari gangguan pengantaran oksigen, respons inflamasi berlebih, hingga adanya kerusakan pada sel-sel tubuh akibat infeksi lampau tersebut. Berbagai hipotesis tersebut masih menjadi misteri dan terus dievaluasi hingga saat ini. Kesehatan mental akibat permasalahan fisik pun acap kali ditemukan seperti depresi, serangan panik, dan gelisah yang tentunya mengganggu aktivitas kita sehari-hari.
Di balik kabut permasalahan ini, beberapa hal sederhana menjadi salah satu jalan keluar yang dapat dilakukan jika anda mengalami hal-hal di atas. Pola hidup sehat merupakan kunci mengatasi berbagai gejala yang ada. Konsultasikan ke Dokter dan tenaga kesehatan yang kompeten di bidangnya untuk mendiskusikan gaya hidup ideal untuk meminimalisir komplikasi yang ada. Perhatikan kebutuhan waktu tidur yang cukup 7-9 jam dalam sehari, evaluasi diri dalam menghadapi stress di bidang pekerjaan ataupun masalah rumah tangga, gunakan berbagai modalitas modern seperti musik dan lokasi tertentu yang dapat meningkatkan fokus dan konsentrasi kita dalam bekerja. Pola makan juga menjadi suatu terapi suportif yang dapat membantu kita, hindari proporsi makanan berlebihan dan sesuaikan kebutuhan komposisi gizi sesuai dengan kebutuhan individu masing-masing. Hal lain yang tidak kalah penting juga kurangi sumber informasi yang tidak jelas validasinya agar kita tetap dapat menyerap energi dan hal positif dalam keseharian hidup. Diskusikan berbagai masalah kesehatan fisik dan psikis anda dengan Dokter agar kita senantiasa terhindar dari hal-hal negatif di bidang medis dan terapkan protokol kesehatan sesuai anjuran pemerintah. Selain itu, baca juga artikel berikut untuk memahami cara penyebaran virus COVID-19 agar Anda dapat mencegah terpaparnya dari virus tersebut.
Salam Sehat
Handry Pangestu, Sp.PD
RS Mitra Kemayoran