gejala dbd

DBD: Kenali Gejala, Ciri-ciri, Penyebab dan Cara Mengobatinya

Demam Berdarah Dengue (DBD) merupakan salah satu penyakit yang cukup sering terjadi di Indonesia, terutama pada musim hujan dan pancaroba. Menurut Kemenkes, kasus DBD pertama kali diidentifikasi di Indonesia pada tahun 1968 dan sejak itu kasus DBD terus meningkat. Umumnya DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus. Penyakit ini dapat berujung pada kondisi yang mengancam nyawa jika tidak segera ditangani dengan baik.

Apa itu DBD?

DBD adalah penyakit yang umum disebabkan oleh infeksi virus dengue. Virus ini dapat menyebabkan gejala yang ringan hingga sangat berat, bahkan berujung pada kematian. Menurut data Kemenkes, di bulan Juni 2024, ada 119,709 kasus Demam Berdarah Dengue (DBD) dengan 777 kasus kematian di Indonesia.

Hal ini menunjukkan bahwa DBD bukan penyakit yang bisa dianggap sepele. Gejalanya yang bisa ringan, seperti demam, sakit kepala, dan nyeri otot, bisa berkembang menjadi lebih parah dan berakibat fatal, yang berisiko tinggi menyebabkan kematian.

Menurut Dinas Kesehatan (Dinkes) Kota Bandung mayoritas kasus DBD yang belakangan terjadi di Kota Bandung muncul dengan gejala yang berbeda dengan gejala DBD pada umumnya. Mayoritas gejala DBD di Kota Bandung belakangan ini menunjukkan tanda-tanda seperti demam tidak kunjung sembuh dan tidak ada gejala bintik merah. Gejala DBD baru ini menyerupai demam pada gejala flu biasa, namun setelah dua sampai tiga hari, demam tidak turun.

Penyebab DBD

Terdapat beberapa faktor penyebab dari penyakit DBD yang perlu dipahami untuk mencegah penyebarannya.

1. Gigitan Nyamuk Aedes Aegypti dan Aedes Albopictus

Penyebab utama DBD adalah gigitan nyamuk Aedes aegypti dan Aedes albopictus yang telah terinfeksi virus dengue. Nyamuk tersebut biasanya berkembang biak di tempat-tempat yang tergenang air, seperti bak mandi, pot bunga yang tergenang air, dan lainnya. Musim hujan adalah waktu yang sangat rentan bagi penyebaran penyakit ini, karena genangan air menjadi sarang yang ideal bagi nyamuk Aedes untuk berkembang biak.

2. Lemahnya Sistem Kekebalan Tubuh

Seseorang yang memiliki sistem kekebalan tubuh yang lemah lebih rentan terhadap infeksi virus DBD. Selain itu, faktor genetik dan kondisi kesehatan lainnya juga dapat memengaruhi keseimbangan sistem kekebalan tubuh terhadap virus ini. Gejala DBD dapat menjadi lebih parah dan memerlukan penanganan medis lebih intensif bagi individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah.

3. Pernah Mengidap DBD

Orang yang pernah mengidap DBD sebelumnya memiliki risiko lebih tinggi untuk terinfeksi kembali. Virus DBD memiliki empat serotipe (varian atau jenis dari suatu virus) yang berbeda, dan jika seseorang telah terinfeksi oleh satu serotipe, maka kekebalan tubuhnya terhadap serotipe tersebut akan meningkat. Namun, kekebalan terhadap serotipe lainnya mungkin tidak terbentuk, sehingga seseorang dapat terinfeksi kembali dan bahkan mengalami gejala yang lebih parah.

4. Musim Pancaroba

Peningkatan jumlah kasus DBD seringkali terjadi selama musim pancaroba. Musim pancaroba seringkali disertai dengan perubahan cuaca dan lingkungan yang dapat menciptakan kondisi yang mendukung perkembangbiakan nyamuk Aedes. Hal ini bisa memicu peningkatan populasi nyamuk, yang pada akhirnya dapat meningkatkan risiko penyebaran virus DBD.

5. Kondisi Lingkungan Tempat Tinggal

Kondisi lingkungan tempat tinggal yang kurang higienis atau memiliki banyak genangan air merupakan faktor risiko utama penyebaran DBD. Genangan air seperti got merupakan tempat yang ideal bagi nyamuk Aedes untuk berkembang biak. Selain itu, kebersihan lingkungan yang buruk juga dapat meningkatkan risiko penyakit DBD. Upaya pencegahan seperti menjaga kebersihan lingkungan merupakan langkah penting dalam mencegah penyebaran DBD.

 

Baca juga: Waspadai Juga 11 Penyakit Akibat Virus Lainnya!

Gejala dan Ciri-ciri DBD

Gejala Demam Dengue

Gejala Demam Dengue umumnya dimulai dengan munculnya demam tinggi hingga 39 derajat Celcius. Namun, selain demam tinggi, terdapat ciri-ciri DBD yang khas yang perlu diwaspadai. Gejala DBD memiliki gejala sederhana yang mirip dengan demam dengue biasa, namun dapat memburuk menjadi lebih parah pada fase kritis. Pada fase kritis, terjadi penurunan trombosit yang sangat drastis, yang bisa menyebabkan perdarahan internal.

Gejala DBD

Gejala DBD walaupun terlihat ringan, jangan dianggap sepele, karena dapat berakibat lebih buruk bagi kesehatan di kemudian hari. Berikut beberapa gejala DBD yang patut diwaspadai:

1. Demam (Demam Bifasik)

Demam Bifasik adalah salah satu ciri khas DBD. Ini berarti penderita DBD akan mengalami demam tinggi (biasanya mencapai 40 derajat Celcius) selama 2-7 hari, dan kemudian demam tersebut akan turun sementara sebelum kembali meningkat.

2. Nyeri Sendi dan Nyeri Otot

Penderita DBD sering merasakan nyeri sendi dan nyeri otot yang parah. Nyeri ini sering mengganggu aktivitas sehari-hari penderita dan dapat bertahan selama beberapa hari.

3. Nyeri Pada Area Belakang Bola Mata

Gejala DBD juga sering ditandai dengan adanya nyeri pada area belakang bola mata penderita. Hal ini dapat membuat penderita merasa tidak nyaman, terutama saat gerakan memutar bola matanya atau melihat ke suatu arah.

4. Manifestasi Perdarahan (Kulit dan Pencernaan)

Ciri khas lain dari DBD adalah adanya manifestasi perdarahan, seperti munculnya bintik-bintik merah pada kulit, mimisan, gusi berdarah, serta pendarahan pada saluran pencernaan.

5. Gejala lain

Selain gejala-gejala di atas, penderita DBD juga dapat mengalami sakit perut yang parah, muntah-muntah, dan bahkan pendarahan dari hidung atau gusi. Muntah darah juga dapat terjadi pada tahap lanjut dari penyakit ini.

Penting untuk diingat bahwa tidak semua penderita DBD akan mengalami gejala yang sama. Beberapa orang mungkin hanya mengalami gejala ringan, sementara yang lain bisa mengalami gejala yang parah dan memerlukan perawatan medis darurat.

 

Baca juga: 6 Ciri Gejala Tipes yang Sebaiknya Diperhatikan Sesegera Mungkin!

 

Fase DBD

Fase-fase yang dialami oleh penderita DBD terdiri dari fase demam tinggi (febrile phase), periode kritis (critical phase), dan pemulihan (recovery phase). Untuk memahami lebih lanjut tentang fase-fase DBD yang dialami oleh penderitanya, mari kita simak penjelasan di bawah ini.

Fase 1: Demam Tinggi (Febrile Phase)

Fase pertama dari DBD ditandai dengan gejala demam tinggi yang tiba-tiba muncul. Gejala ini akan muncul setelah 4-7 hari penderita terinfeksi oleh virus dengue. Demam yang sangat tinggi, seringkali melebihi 40 derajat Celcius, disertai dengan rasa nyeri di belakang mata, sakit kepala, nyeri otot dan sendi, serta mual muntah, merupakan gejala yang umum dialami pada fase ini. Gejala lain yang mungkin muncul antara lain ruam merah di kulit dan penurunan jumlah trombosit dalam darah. Fase ini umumnya berlangsung selama 2-7 hari.

Fase 2: Periode Kritis (Critical Phase)

Setelah fase demam tinggi, penderita akan memasuki periode kritis yang biasanya terjadi pada hari ke-3 atau ke-7 sejak gejala pertama muncul. Pada fase ini, terjadi penurunan suhu tubuh dan penderita dapat mengalami pendarahan yang mengancam jiwa. Gejala yang muncul antara lain perdarahan dari hidung atau gusi, muntah darah, atau buang air besar berdarah. Dalam kondisi yang parah, penderita dapat mengalami kelelahan yang ekstrem, perdarahan internal, serta penurunan tekanan darah yang berpotensi fatal.

Fase 3: Pemulihan (Recovery Phase)

Fase pemulihan dimulai setelah penderita melewati periode kritis. Pada tahap ini, gejala yang muncul sebelumnya mulai mereda, termasuk demam, nyeri otot, dan mual muntah. Penderita dapat mengalami peningkatan nafsu makan, namun tetap perlu memperhatikan asupan cairan dan istirahat yang cukup. Meskipun demikian, pada beberapa kasus, fase pemulihan ini dapat berlangsung cukup lama dan penderita bisa mengalami kelelahan yang berkepanjangan. 

Pemahaman mengenai fase-fase DBD, yaitu fase demam tinggi, periode kritis, dan pemulihan, sangat penting untuk mengenali gejala-gejala yang timbul pada setiap fase. Mengenali gejala-gejala tersebut dengan cepat dan mengambil tindakan medis yang sesuai dapat membantu mengurangi risiko komplikasi yang serius bagi penderita DBD.

Faktor Risiko DBD

Beberapa faktor risiko yang dapat meningkatkan kemungkinan seseorang terkena DBD:

1. Kondisi Lingkungan dan Musim Hujan atau Pancaroba

Daerah dengan populasi nyamuk Aedes yang tinggi akan memiliki risiko penularan DBD yang lebih besar. Lingkungan perkotaan padat penduduk, dengan banyak genangan air dan tumpukan sampah menjadi tempat berkembang biaknya nyamuk Aedes, sehingga tingkat risiko penularan DBD cenderung lebih tinggi. Disamping itu, musim hujan atau pancaroba menyebabkan cuaca lembab dan genangan air, menjadi tempat ideal bagi nyamuk Aedes aegypti untuk berkembang biak, meningkatkan risiko gigitan dan penularan DBD.

 

2. Usia Anak-anak, Lansia dan Wanita Hamil

Usia ini memiliki risiko yang lebih tinggi untuk terinfeksi DBD. Hal ini disebabkan oleh kurangnya kekebalan tubuh mereka terhadap virus ini, serta perilaku anak-anak yang lebih sering berada di luar ruangan. Penurunan sistem kekebalan tubuh juga dapat membuat wanita hamil lebih sulit untuk melawan virus dengue, yang menyebabkan DBD.

 

3. Riwayat DBD Sebelumnya

Orang yang pernah terinfeksi oleh satu dari empat serotipe (varian atau jenis dari suatu virus)

Dengue memiliki risiko lebih tinggi untuk mengalami gejala DBD yang lebih berat jika terinfeksi lagi oleh serotipe yang berbeda.

 

4. Kondisi Kesehatan Bawaan

Orang yang memiliki kondisi kesehatan yang lemah, seperti penderita diabetes, asma, atau penyakit jantung, cenderung memiliki risiko yang lebih tinggi untuk mengalami gejala DBD yang parah.

Komplikasi DBD

DBD dapat menimbulkan sejumlah komplikasi bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat. DIkutip dari Siloam Hospital, berikut beberapa kompilasi DBD yang harus diwaspadai:

 

1. Dengue Shock Syndrome (DSS)

Salah satu komplikasi yang sering terjadi adalah sindrom syok dengue atau dikenal sebagai Dengue Shock Syndrome (DSS). Sindrom ini terjadi ketika tekanan darah penderita anjlok drastis hingga menyebabkan kegagalan organ dan syok. DSS dapat berakibat fatal apabila tidak segera ditangani.

 

2. Dengue Hemorrhagic Fever (DHF)

Selain itu, komplikasi lainnya adalah sindrom perdarahan dengue atau Dengue Hemorrhagic Fever (DHF), yang ditandai dengan perdarahan di berbagai bagian tubuh seperti gusi, hidung, atau bahkan pendarahan internal.

 

3. Gagal Ginjal Akut

DBD juga dapat menyebabkan beberapa komplikasi kerusakan organ, seperti ginjal. Gagal ginjal akut umumnya terjadi pada tahap akhir sebagai komplikasi dari syok yang tidak tertangani dengan baik dan benar.

4. Ensefalopati Dengue: Gangguan Kesadaran pada Demam Berdarah

Komplikasi serius ini dapat terjadi ditandai dengan penurunan kesadaran, mulai dari kurang responsif hingga mudah mengantuk.

 

5. Edema Paru: Penumpukan Cairan di Paru-paru

Komplikasi ini bisa terjadi akibat pemberian cairan berlebihan pada penderita.

 

Komplikasi DBD dapat berkembang dengan cepat, oleh karena itu penting untuk mendapatkan perawatan medis segera setelah gejala muncul. Diagnosis dini dan pengelolaan yang tepat dapat membantu mencegah komplikasi yang lebih serius.

Komplikasi DBD Parah

Apabila DBD tidak ditangani dengan baik, terutama pada kasus yang parah, maka dampaknya bisa sangat serius. Salah satu dampak parahnya adalah kegagalan organ, terutama hati, paru-paru, dan ginjal. Kegagalan organ ini bisa terjadi karena terjadinya sindrom syok dengue atau komplikasi lain yang menyebabkan perubahan drastis pada sirkulasi darah dan fungsi organ-organ tubuh. Pada kasus yang parah, DBD juga dapat menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah, yang mengakibatkan perdarahan internal dan kebocoran plasma.

Selain itu, kondisi keparahan DBD juga dapat menyebabkan sindrom Disseminated Intravascular Coagulation (DIC), yaitu kondisi di mana pembekuan darah di dalam tubuh tidak terkontrol dengan baik sehingga dapat menyebabkan komplikasi berupa perdarahan di berbagai organ. Kondisi ini bisa sangat berbahaya dan memerlukan penanganan medis yang intensif. Pada kondisi parah, DBD juga dapat menyebabkan Encephalitis, yaitu peradangan pada otak yang bisa menyebabkan gangguan kesadaran, kejang, bahkan koma.

Cara Mengobati DBD

1. Asupan Cairan Tercukupi

Salah satu langkah utama dalam mengobati DBD adalah dengan memastikan asupan cairan tubuh tercukupi. Saat mengalami DBD, tubuh cenderung mengalami dehidrasi akibat demam yang tinggi dan muntah yang berlebihan. Kondisi ini dapat menjadi lebih buruk jika tidak segera diatasi. Untuk itu, minumlah air putih secara teratur untuk mencegah dehidrasi. Selain air putih, konsumsi juga minuman elektrolit seperti oralit atau minuman isotonik untuk membantu mengembalikan keseimbangan cairan tubuh.

2. Istirahat Total atau Bed Rest

Istirahat total atau bed rest sangat diperlukan bagi penderita DBD untuk membantu tubuh dalam proses pemulihan. Dengan istirahat yang cukup, tubuh memiliki kesempatan untuk melawan infeksi virus yang terjadi dan mempercepat proses penyembuhan.

3. Hindari Minuman Kafein dan Bersoda

Saat mengalami DBD, sebaiknya hindari minuman yang mengandung kafein dan bersoda. Minuman tersebut dapat memperparah kondisi penderita dengan meningkatkan risiko dehidrasi. Sehingga sebaiknya fokus pada asupan air putih dan minuman elektrolit.

4. Tindakan Medis dan Obat-obatan

Untuk kasus DBD yang parah, penderita memerlukan perawatan medis yang intensif. Dokter akan melakukan pemeriksaan yang lebih mendalam dan memberikan penanganan sesuai dengan kondisi penderita.

Pencegahan DBD

1. Vaksinasi Dengue (QDenga)

Salah satu cara efektif untuk mencegah DBD adalah melalui vaksinasi Dengue (QDenga). Vaksinasi ini dapat membantu tubuh dalam memproduksi kekebalan terhadap virus dengue sehingga meminimalkan risiko terkena DBD. Meskipun vaksinasi Dengue (QDenga) adalah salah satu cara mencegah DBD, penting untuk diingat bahwa vaksin ini tidak 100% menjamin kekebalan. Upaya pencegahan lain seperti 3M tetap harus dilakukan secara berkelanjutan untuk memaksimalkan perlindungan terhadap DBD.

2. Terapkan 3M (Menguras, Menutup dan Memanfaatkan Kembali)

Langkah pencegahan yang efektif dalam mencegah penyebaran DBD adalah dengan menerapkan prinsip 3M. Menguras tempat penampungan air, menutup tempat penampungan air, serta memanfaatkan kembali barang bekas yang dapat menjadi tempat nyamuk Aedes berkembang biak. Pastikan tidak ada genangan air yang tersimpan lama dan tutup tempat penampungan air, seperti di bak mandi, vas bunga, atau tempat penampungan air lainnya. Simpan atau buang barang bekas yang berpotensi menampung air hujan seperti botol plastik dan kaleng bekas.

Terapkan juga 3M Plus dengan tambahan melakukan fogging atau penyemprotan nyamuk secara berkala di lingkungan rumah atau tempat tinggal, untuk membunuh nyamuk dewasa dan jentik-jentiknya. Selain itu menggunakan kelambu saat tidur, mengatur barang-barang di rumah, sekolah dan kantor agar tidak menjadi tempat nyamuk berkembang biak dan menyalakan atau menyemprot obat nyamuk di dalam ruangan.

3. Pakai Bubuk Abate

Penggunaan bubuk Abate dalam tempat berkembangnya nyamuk dapat membantu mengurangi populasi nyamuk Aedes secara signifikan, terutama jika digunakan secara rutin dan konsisten. Bubuk Abate bekerja dengan cara membunuh larva nyamuk Aedes, sehingga memutus siklus hidup nyamuk dan mencegah mereka berkembang menjadi nyamuk dewasa.

Kesimpulan

DBD adalah penyakit serius yang dapat mengancam nyawa seseorang. Oleh karena itu, kesadaran akan gejala, fase, pencegahan dan pengobatan DBD yang tepat sangat diperlukan. Apabila sudah timbul gejala DBD, segera hubungi klinik dan rumah sakit terdekat untuk penanganan yang lebih akurat. Menggunakan metode 3M, vaksinasi, dan membasmi larva nyamuk dengan abate merupakan langkah-langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran penyakit ini.

 

Bagi Anda yang ingin memberikan perlindungan kesehatan bagi diri dan keluarga, memiliki asuransi kesehatan seperti Asuransi Kesehatan PRUWell Medical bisa menjadi salah solusi yang tepat. Dengan memiliki asuransi kesehatan, Anda tidak perlu khawatir akan biaya pengobatan saat mengalami penyakit serius seperti DBD. Selain itu, Asuransi Kesehatan PRUWell Medical menghadirkan layanan tambahan sebagai tindakan preventif bagi nasabah untuk mencegah penyakit, salah satunya ialah program vaksinasi DBD di Rumah Sakit Rekanan PRUPriority Hospitals.

Dengan Asuransi Kesehatan PRUWell Medical memiliki Fitur PRUWell sebagai reward berupa keringanan premi hingga 20% untuk Masa Pertanggungan yang akan datang. Salah satu keunggulan dari asuransi kesehatan ini adalah pengalaman rawat inap mudah dan nyaman di Jaringan Rumah Sakit PRUPriority Hospitals dengan transparansi estimasi biaya medis yang dapat diketahui di awal dan inovasi percepatan proses penjaminan cashless rawat inap di Indonesia sampai ke luar negeri. Segera hubungi kami untuk informasi lebih lanjut.