Investasi Sehat Bangun Hidup yang Nikmat
Pernah nggak sih merasa naiknya biaya premi terasa seperti ‘hukuman’ karena kita rajin menjalankan pola hidup sehat sehingga jarang mengajukan klaim asuransi? Aidil Akbar Madjid, seorang financial advisor kenamaan sekaligus Co-Founder Purwantara, mengaku pernah merasakan hal serupa ketika gaya hidup sehat yang tekun ia jalani membuatnya senantiasa bugar dan bahkan memiliki proporsi tubuh yang ideal. Kebiasaan dalam mengkonsumsi makanan bergizi seimbang, rajin minum air putih, dan rutin berolahraga membuatnya jarang sakit, apalagi sampai harus dirawat inap. Alhasil, premi asuransi yang rutin dibayarkannya terasa seperti beban karena ia hampir sama sekali tidak pernah mengajukan klaim untuk meraih manfaat proteksinya.
Anggapan tersebut nyatanya keliru, di mana ketika pada tahun 2021, Aidil terpaksa menjalani rawat inap di rumah sakit akibat demam berdarah dan typus yang menyerang dalam waktu bersamaan. Ia tergolek lemah di ranjang rumah sakit bukan karena lalai menjaga kesehatan, namun karena imunitas yang menurun akibat kelelahan membuat penyakit mudah menyerang. Ia pun harus menjalani rawat inap di rumah sakit selama beberapa hari untuk mendapat pengobatan hingga kembali pulih.
“Awalnya saya tidak ingin dirawat karena merasa badan sehat-sehat saja dan hanya merasa suhu tubuh yang sedikit tinggi. Tapi pada akhirnya saya pun menyerah setelah banyak pihak meyakinkan untuk tidak menganggap remeh demam berdarah pada orang dewasa, karena bisa berakibat fatal. Kemudian, saya pun memutuskan untuk mendapatkan pengobatan medis lebih lanjut dan bersikeras hanya mau dirawat di rumah sakit maksimal 3 malam saja,” jelas Aidil.
Tentunya berkat asuransi yang rutin dibayarkan preminya, Aidil pun tidak perlu lagi memusingkan biaya rumah sakit yang mahal. Apalagi sebagai seorang financial advisor yang selalu menyarankan khalayak untuk berasuransi, tentu sudah sewajarnya ia memiliki asuransi kesehatan yang meng-cover seluruh kebutuhan biaya medisnya.
Meski begitu, ada satu hal yang mengganjal bagi Aidil terkait tidak adanya privilege bagi nasabah yang hidup sehat dan menjaga diri. Menurutnya hal tersebut terasa kurang adil karena dari sisi risiko, asuransi kesehatan jauh lebih kompleks dibandingkan asuransi jiwa. Risiko yang dilindungi dalam asuransi jiwa adalah kehilangan penghasilan atau perlindungan finansial untuk ahli warisnya. Sementara risiko yang ditanggung asuransi kesehatan adalah perlindungan kesehatan nasabah dan biaya medis rumah sakit.
Konteks inilah yang membuat asuransi kesehatan memiliki lebih banyak pertimbangan dalam menentukan biaya premi bagi setiap nasabah sesuai profil risikonya masing-masing, mulai dari usia, jenis kelamin, riwayat kesehatan, jenis pekerjaan, pola hidup, hingga nilai uang pertanggungan yang didapatkan. Itulah mengapa di awal, Aidil menyebut dirinya seperti ‘dihukum’ karena biaya premi yang terus naik beberapa waktu terakhir.
“Saya yang sangat jarang mengajukan klaim asuransi dan selalu berusaha untuk hidup sehat serta menjaga kebugaran badan, seharusnya memiliki risiko sakit yang lebih kecil dibanding mereka yang tidak menjaga kesehatan. Bagi saya, kondisi ini sudah cukup menjelaskan bahwa semestinya biaya premi yang saya bayar lebih murah dibandingkan premi yang dibayar orang lain,” timpal Aidil.
Pendapat yang dilontarkan Aidil bukanlah tanpa sebab, mengingat penyesuaian biaya premi berdasarkan kondisi kesehatan adalah lumrah di banyak negara, termasuk ketika ia sempat tinggal di Amerika Serikat. Di Negeri Paman Sam, jumlah biaya premi asuransi kesehatan dan asuransi kendaraannya berkaitan erat dengan gaya hidup yang dijalani serta cara mengemudi. Sehingga, jika tidak ada klaim untuk mendapatkan perawatan medis atau tidak mengalami kecelakaan, maka nilai premi yang dibayarkan di tahun-tahun berikutnya akan jadi lebih murah, atau setidaknya mendapatkan diskon atau cashback dari premi tahun berjalan.
Sayangnya, sambung Aidil, keringanan biaya premi seperti contoh di atas tidak lazim di industri asuransi Tanah Air. Jangankan keringanan biaya atau diskon, yang terjadi justru sebaliknya, premi akan terus naik dan nominalnya bahkan disamakan dengan nasabah yang sering mendapatkan perawatan medis. Belum lagi dengan adanya fenomena overutilisasi asuransi kesehatan pada rumah sakit, seperti yang disampaikan oleh Kepala Eksekutif Pengawas Perasuransian, Penjaminan dan Dana Pensiun (PPDP) OJK, Ogi Prastomiyono, yang mengakibatkan klaim asuransi meningkat tinggi dibandingkan klaim asuransi jiwa.
Untungnya, saat ini sudah ada perusahaan asuransi, seperti Prudential Indonesia, yang mulai mengadopsi dan menerapkan sistem fair pricing pada produk asuransi kesehatannya, PRUWell. Dengan fair pricing, penentuan biaya premi tidak hanya didasarkan dari faktor umur, tapi juga riwayat kesehatan seseorang selama masa perlindungan dalam menentukan biaya premi yang akan dikenakan, sehingga lebih adil dan transparan.
Dengan kata lain, nasabah yang selalu menjaga kesehatan dan punya riwayat kesehatan yang baik, berpotensi mendapatkan keringanan atau diskon biaya premi. Terobosan ini merupakan bentuk penghargaan sekaligus apresiasi kepada nasabah yang senantiasa selalu menjaga kesehatan, dan membantu menciptakan sistem perlindungan yang lebih berkelanjutan bagi semua pihak.
“Jujur, dengan memahami konsep fair pricing dan pentingnya menjaga kesehatan dan kehidupan sehari-hari, saya dapat memaksimalkan manfaat insentif yang diberikan oleh perusahaan asuransi. Sehingga saya tidak perlu merasa dihukum lagi karena hidup sehat,” pungkas Aidil.